Perlu Kajian Lebih Lanjut Penanganan Bendungan Seumayam, Pidie, Aceh
Anggota Komisi V Bahrum Daido meminta kajian lebih lanjut penanganan waduk dan bendungan Bendungan Seumayam di Gampung Pulo Hagu, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Aceh. Mengingat, akibat jebolnya waduk dan bendungan itu beberapa waktu yang lalu, ini menyebabkan aktivitas masyarakat terganggu.
Demikian disampaikan Bahrum di sela-sela peninjauan kunjungan spesifik Komisi V DPR ke Bendungan Seumayam di Kabupaten Pidie, Aceh, Kamis (19/01/2017). Kunspek ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi V DPR Yudi Widiana Adia (F-PKS).
Bahrum menjelaskan, akibat hujan yang terus menerus beberapa waktu lalu, sehingga terjadi limpahan air, menyebabkan Bendungan dan Waduk Seumayam mengalami kebocoran. Namun, Pemerintah Kabupaten Pidie tidak mampu mengatasi jebolnya bendungan itu, sehingga hasil koordinasi dengan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk sementara ditangani dengan urukan tanah untuk menahan air yang ada.
“Sekarang sudah tertangani sementara. Namun untuk penanganan secara permanen nanti, masih membutuhkan kajian. Apakah penanganannya menjadi wilayah Pemerintah Kabupaten, Provinsi ataupun Pemerintah Pusat,” ungkap politisi F-PD itu.
Mengingat, tambah Bahrum, saat ini Waduk Seumayam hanya mengairi 800 hektar areal pertanian. Sementara, agar ditangani oleh Pemerintah Provinsi, waduk harus mengairi 1000-2000 hektar lahan pertanian. Dan agar Pemerintah Pusat juga turun tangan, waduk harus mengairi lahan setidakya 3000 hektar lahan pertanian.
“Waduk Seumayam mengairi 800 hektar sawah, dengan luas waduk sekitar 1,2 hektar. Selain itu, waduk juga mengairi perladangan, yang diinformasikan Bappeda mencapai 5000 hektar,” imbuh politisi asal dapil Sulsel itu.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi V DPR Sahat Silaban memastikan, Pemerimtah Pusat tidak dapat menangani waduk dan bendungan ini, karena areal pengairan hanya 800 hektar. Minimal areal pengairan seluas 3000 hektar agar mendapat penanganan Pemerintah Pusat.
“Kalau untuk sementara ini ditangani oleh APBN, agak sulit. Tapi karena kurangnya anggaran, kalau pakai APBD, saya kira ini juga sulit, karena anggarannya cukup minim. Jadi kalau kita harapkan APBD untuk membangun itu bisa butuh beberapa tahun,” kata Sahat seolah bertanya.
Politisi F-Nasdem itu menilai, tindakan menutup kebocoran dengan urukan tanah, namun hanya bersifat sementara. Untuk jangka pendek, memang masih bisa untuk mengairi lahan pertanian petani setempat. Belum lagi, akibat jebolnya bendungan, menyebabkan salah satu jembatan ambruk dan jalan rusak. Padahal, jembatan dan jalan ini memegang peranan penting, untuk menjadi jalur pengangkutan hasil pertanian.
“Jalan itu sudah rusak setahun lalu. Sementara itu saya lihat jalan vital untuk mengangkut hasil pertanian dari desa ke kota. Jadi hasil tani tidak bisa didistribusikan, hingga akhirnya menjadi busuk di ladang. Jembatan itu sudah pasti sangat berdampak negatif kepada masyarakat petani,” nilai Sahat.
Untuk itu, politisi asal dapil Sumut itu berharap, agar ada alokasi anggaran dari Pemerintah Pusat untuk perbaikan waduk dan jembatan itu. Sehingga, waduk itu bukan hanya untuk pengairan lahan pertanian, tapi juga kepentingan masyarakat, seperti air baku. (sf) foto: sofyan/od.